108 Tahun Paguyuban Pasundan (sebuah catatan)

 


Foto : Surat dari PB Pagoeyoeban Pasoendan ketika masih berkantor

Di Jalan. Dalem Kaum no.42 Bandung, sumber foto : Indra Prayana

 

Paguyuban Pasundan (PP) selaku induk organisasi yang berbasis masyarakat lokal kesundaan terlahir di tanah pasundan dengan rentan waktu terbilang panjang sejak kiprahnya diawal pendirian hingga kontribusinya dalam pembangunan bangsa terlebih di Jawa Barat dewasa ini. Diawal pendiriannya PP dilatarbelakangi dengan semangat etno nasionalisme dikalangan pribumi yang menyeruak di hampir penjuru nusantara, kesadaran pemuda untuk saling mengorganisir diri telah memberikan kontribusi yang besar dalam upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Kelahiran Sarekat Dagang Islam di tahun 1905 oleh Haji Samanhoedi serta Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang didirikan dr.Wahidin Sudirohusodo dkk sebagai tonggak awal bentuk kesadaran dikalangan masyarakat pribumi telah memicu kelahiran organisai2 lain termasuk Paguyuban Pasundan.

Bermula dari diskusi mingguan beberapa aktivis mahasiswa sunda yang sedang menuntut ilmu di STOVIA seperti, R. Iskandar Brata, R.Emoeng Poerawinata, Djaka Hidajat, dll. Pada tanggal 20 Juli 1913 dirumah D.K Ardiwinata Jl. Paseban Salemba Jakarta disepakati untuk mendirikan organisasi yang difokuskan pada pertama memuliakan bahasa dan budaya sunda, kedua memajukan ilmu pengetahuan dari bahasa Belanda, ketiga ikut berpartisipasi aktif dalam memajukan pengetahuan orang sunda dan keempat tidak ikut dalam memerintah negara, yang waktu itu perkumpulannya diberinama “Pasoendan”. Sebagai wujud kecintaan dan rasa memiliki pada budaya,bahasa serta, masyarakat sunda “Pasoendan” memilih D.K Ardiwinata menjadi ketua Paguyuban Pasundan yang pertama.

 

Suku Sunda diyakini sebagai etnis terbesar setelah Jawa, masyarakatnya tersebar di seluruh tanah air tidak sebatas Jawa Barat saja. Arus globalisasi dan persaingan ketat dalam masalah ekonomi mendorong orang sunda tidak lagi dipusaran zona nyaman yang berkutat hanya disatu tempat, budaya merantau atau transmigrasi sudah banyak dilakukan dikalangan masyarakat sunda. Begitu pula dengan PP yang dapat memperluas jaringannya ke luar Jawa Barat bahkan keluar Indonesia, pendirian cabang-cabang diberbagai daerah tentunya dapat membantu dalam mengenalkan dan mengembangkan kebudayaan sunda secara luas.

Meskipun sekarang banyak kelompok dan ormas yang berlabel sunda tetapi PP selaku pelopor organisasi kasundaan tentu sudah sangat banyak kontribusinya kepada pembangunan di tatar

Sunda. Melalui ruang lingkup pendidikan sudah sangat lama dijalankan, unit-unit yang bergerak dari mulai pendidikan tingkat Dasar, Menengah sampai Perguruan Tinggi (PT), banyak didirikan dan telah dirasakan oleh masyarakat yang belajar disekolah-sekolah yang berada dibawah payung besar PP.

Dari sekian banyak orang yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi itu, berapa persen yang dapat berkiprah di pentas nasional dengan peran-peran strategis. Rasanya tidak banyak tokoh sunda dewasa ini yang berkecimpung dalam mengarahkan kebijakan pembangunan nasional.

Disinilah peran PP ataupun ormas-ormas kasundaan lainnya dituntut ikut mengembangkan iklim demokratisasi politik lokal yang dapat mengasah dan melahirkan tokoh-tokoh sunda dengan reputasi nasional, yang memiliki integritas serta mempunyai komitmen kuat dengan kesundaannya,sehingga bisa berbicara banyak ditingkat nasional. Tokoh ataupun organisasi sunda bukan sebatas memberi “restu” kepada elit politik lain yang hanya memanfaatkan masyarakat sunda untuk mendulang suara sebagai kepentingan pribadi ataupun partai politik tertentu.

Sebagai organisasi besar dengan cakupan yang juga besar, menuntut PP untuk mengjangkau bidang apapun yang terkait dengan hajat masyarakat banyak, tidak sebatas bidang pendidikan dan budaya semata. Kreatifitas dan inovasi seluruh pengurus PP diharapkan mampu menjawab isu-isu kekinian yang dirasakan masyarakat sunda. Kemiskinan, krisis identitas budaya, atau mahalnya biaya kesehatan merupakan bagian keseharian masyarakat kita, mungkin PP harus mulai memikirkan pendirian rumah sakit ( Pasundan ) yang dapat diakses semua, dengan pengelolaan manajemen modern sehingga dapat “menghidupi” semua anggota yang bernaung dibawah PP, atau membangun tempat-tempat komersil lainnya yang bisa menggerakan perekonomian rakyat, khususnya warga pasundan.

Dalam pengamatan penulis yang beraktifitas dilingkungan sekolah Pasundan, membayangkan tersedianya sarana olah raga terpadu, misalnya lapangan futsal, kolam renang dsb, sehingga murid-murid sekolah pasundan tidak pergi ke tempat lain, dan secara langsung keuntungan finansialnya dapat dirasakan semua anggota karena masuk dalam manajemen PP. Persoalan dan tantangan kekinian seperti itulah yang harus menjadi catatan PP kedepan.

Diusia yang genap ke 108 Tahun ini semoga PP dapat melakukan kontemplasi dan reaktualisasi terhadap nilai-nilai diawal pembentukannya, dalam turut serta memperbaiki kebutuhan rakyat sunda, memperbaiki perkembangan kecerdasan, kesusilaan dan kehidupan masyarakatnya melalui pendidikan dan pengajaran serta memperbaiki keadaan kedidupan penduduknya.

 

Dirgahayu Paguyuban Pasundan…


 



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *